Jumlah manusia kebuluran meningkat

Dia mengatakan, Mesir baru saja memperluas sistem catuan makanan setelah dua puluh tahun dan Pakistan kembali menerapkan kupon catuan setelah bertahun-tahun tidak diterapkan.

Data PBB menunjukkan harga makanan naik 40% tahun lalu karena adanya kenaikan permintaan dari negara-negara membangun dan karena kenaikan harga minyak.

Wartawan BBC pakar ekonomi Andrew Walker melaporkan, meningkatnya harga makanan semakin menjadi masalah bagi masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah.

Kenaikan antara lain disebabkan banyak kelompok masyarakat lainnya menjadi semakin makmur setelah dunia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Hal ini disebabkan oleh pertambahan populasi, membuat permintaan akan bahan makanan semakin besar, termasuk daging.

Akibatnya harga biji-bijian yang juga digunakan sebagai makanan ternakan ikut naik.

Penggunaan bahan bakar bio yang diguna untuk pengangkutan merupakan faktor lain yang membuat bahan makanan itu meningkat dan harga naik.

Akibatnya menurut PBB, negara – negara yang dilanda kelaparan sekarang semakin banyak.

Sumber: BBC (http://news.bbc.co.uk/2/hi/in_depth/7262830.stm)

Ulasan:

Setiap kali timbul kerosakan akibat penerapan sistem kapitalis, maka setiap kali itulah keluarnya justifikasi untuk menutup kelemahan sistem ini kepada kemanusiaan, kenaikan harga minyak, alam semula jadi seperti kemarau banjir dan lain-lain lagi. Faktor-faktor yang wujud dari sistem ekonomi kapitalisme atau yang berkait rapat dengan sistem itu sendiri sengaja disembunyikan, seperti isu sorok oleh kapitalis untuk meningkatkan harga barangan makanan, peperangan Iraq yang menjejaskan pengeluaran minyak dunia, monopoli yang dilakukan oleh kapitalis, hak paten untuk mengeluarkan barangan yang menyebabkan kos untuk membeli makanan meningkat dan sebagainya. Semua sebab sebenar disembunyikan. Bahkan yang amat menyedihkan kita bila daging sembelihan korban yang ‘berlebihan’ semasa musim haji, dikambus di padang pasir walhal ia boleh diagihkan kepada penduduk Afrika yang kebuluran, yang insya Allah nescaya ada manfaatnya.

Hal ini berlainan sekali dengan apa yang berlaku pada zaman Khulafa Ar-Rasyidin. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, Muaz bin Jabal ditugaskan untuk menjadi wali di Yaman. Abu Ubaid menuturkan bahwa Muaz pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Khalifah Umar di Madinah, karena Muaz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Namun, Khalifah Umar mengembalikannya. Ketika kemudian Muaz mengirimkan sepertiga hasil zakat itu, Khalifah Umar kembali menolaknya dan berkata, “Aku tidak mengutus mu sebagai pemungut cukai. Aku mengutus mu untuk memungut zakat dari orang-orang kaya di sana dan membahagikannya kepada golongan miskin dari kalangan mereka juga.” Muaz menjawab, “Kalau aku menjumpai orang miskin di sana, tentu aku tidak akan mengirimkan apa pun kepada mu.” … Untuk tahun ketiga Muaz berkata “Saya tidak menemui seorang pun yang berhak menerima zakat” [Al-Amwal, hlm. 596]

Mengikut Islam, kategori orang yang layak menerima zakat ialah orang miskin. Jadi bila tidak ada orang yang layak menerima zakat ini bermakna mereka semua orang berada dalam keadaan ghina (kaya).

Bukan sahaja di Yaman, malah wilayah Bahrain juga adalah contoh lain dari kejayaan penerapan sistem ekonomi Islam. Abu Hurairah semasa menyerahkan 500 ribu dirham kepada Khalifah Umar yang diperolehnya dari hasil kharaj wilayah Bahrain pada tahun 20H/641M. Umar bertanya, “Apa yang engkau bawa ini?” Abu Hurairah menjawab, “Saya membawa 500 ribu dirham.” Khalifah amat terkejut dan berkata lagi kepadanya, “Apakah engkau sedar tentang apa yang kau ucapkan? Mungkin engkau sedang mengantuk. Pergi, tidurlah hingga subuh.” Ketika keesokan harinya Abu Hurairah kembali, maka Khalifah bertanya, “Berapa banyak wang yang engkau bawa?” Abu Hurairah menjawab, “Sebanyak 500 ribu dirham.” Khalifah berkata, “Apakah itu harta yang sah?” Abu Hurairah menjawab, “Saya tidak tahu kecuali memang demikian adanya.”

Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata, “Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya berniat untuk memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu kaya. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli hamba sahaya lalu memerdekakannya.” [Sirah Umar Abdul Aziz, ms 59].

Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tetapi juga meluas ke seluruh penjuru wilayah Daulah Khilafah seperti Iraq dan Basrah. Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, wali Iraq, agar membayar semua gaji dan tanggungan lain di wilayah itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata, “Saya sudah membayarkan semua gaji dan tanggungan, namun, di Baitul Mal masih terdapat banyak wang.” Khalifah Umar memerintahkan, “Carilah orang yang dililit hutang tetapi tidak boros. Berilah dia wang untuk membayar hutangnya. “Abdul Hamid membalas surat Khalifah Umar, “Saya sudah membayarkan hutang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak wang.” [Al-Amwal hlm. 256]