Aidil Fitri Dan Kemenangan Hakiki

Laungan takbir, tahlil dan tahmid bergema memenuhi ruang udara, seiring dengan berakhirnya bulan suci Ramadhan dan datangnya 1 syawal 1432 H.  Laungan takbir, tahlil dan tahmid ini sesungguhnya merupakan ungkapan kemenangan yang diraih kaum Muslim setelah menjalankan ibadah shaum di bulan Ramadhan.  Kemenangan dalam meraih ketaqwaan sebagaimana yang dikehendaki Allah dalam firmanNya:
 
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. [TMQ al-Baqarah (2): 183].

Malangnya pada hari ini, ramai umat Islam merasa telah layak diberi gelaran taqwa dan meraih kemenangan setelah melaksanakan shaum sebulan penuh.  Berikutnya mereka sibuk dengan persiapan untuk kononnya merayakan hari kemenangan itu. 

Setiap tahun menjelang Aidil fitri, pada kebiasaannya para wanita adalah golongan yang dikategorikan sebagai pihak yang paling sibuk kerana perlu menyelesaikan semua perkara daripada kecil hinggalah besar bagi memastikan persiapan hari perayaan itu agar tampak sempurna. Dari kuih raya hinggalah pakaian baru anak dan suami, duit raya serta kelengkapan perabot, semuanya dianggap sebagai satu perkara yang harus diselesaikan sebelum Ramadan berakhir.  Kalau boleh semuanya mesti baru dan tampil sedondon dengan idea yang sepadan dengan tema perayaan tahun ini, tampil berbeza berbanding tahun sebelumnya.

Inilah fenomena umat Islam di Malaysia pada hari ini.  Di sepuluh hari terakhir yang seharusnya dipenuhi dengan ibadah, malangnya umat Islam di Malaysia sibuk memenuhi pusat membeli belah.  Dalam keadaan negara yang sedang mengalami kenaikan harga barang dan harga minyak, maka tidak mustahil ramai yang berhutang semata-mata untuk menyediakan kelengkapan Aidilfitri. 

Apa yang pastinya kapitalisme telah berjaya menukar ruh Ramadhan dalam jiwa-jiwa umat Islam dengan ruh hedonisme dan ruh materialisme yang dibalut dengan slogan “kemenangan”.  Padahal hadiah kemenangan yang hakiki berupa rahmat dan keampunan daripada Allah belum tentu dapat, tetapi yang bertambah subur justeru nafsu yang dibajai untuk menyambut Aidilfitri.

Ada persoalan penting yang perlu kita tanyakan kepada diri kita.  Apakah shaum kita telah berjaya?  Apa ukuran kejayaannya?  Apakah cukup dengan malam-malam yang kita isi dengan solat tarawih dan memperbanyakkan bacaan al-Qur’an?  Apakah benar kita telah meraih kemenangan dan layak disebut muttaqin?

Memaknai Kemenangan
Rasulullah SAW dan para sahabat telah melalui sembilan kali Ramadhan dengan penuh kebersamaan.  Sungguh, mereka telah melewati bulan Ramadhan dengan pelbagai macam peristiwa yang dapat dijadikan contoh pengorbanan dan penyerahan diri kepada Allah SWT.

Jika kita melihat sejarah, lantunan takbir sebagaimana yang kita kumandangkan saat ini, selalu dikumandangkan ketika kaum Muslim meraih kemenangan.  Inilah takbir yang dikumandangkan pertama kali saat Perang Badar.  Tepat saat kaum Muslim tengah menunaikan shaum Ramadhan yang pertama, pada pagi Jumaat 17 Ramadhan, sembilan belas bulan setelah hijrah Rasulullah SAW ke Madinah.  Lantunan takbir ini pulalah,yang dikumandangkan ketika kaum muslim meraih kemenangan saat melakukan pembebasan kota Makkah, ketika Shalahuddin al-Ayyubi meraih kemenangan keatas pasukan perang Salib, dan disaat Sepanyol dapat ditakluki dibawah kepimpinan Thariq bin Ziyad.  Semuanya itu terjadi di bulan Ramadhan yang penuh dengan kemuliaan.

Takbir kala itu, dilantunkan sebagai ungkapan kemenangan yang nyata, yang berhasil diraih oleh kaum Muslim dalam perjuangan mereka li i’lai kalimati-Llah (untuk menegakkan agama Allah).  Kemenangan mereka dalam menegakkan kedaulatan hukum-hukum Allah di muka bumi,dan kemenangan mereka dalam menundukkan kekufuran dalam segala bentuk penampilannya.

Seperti itulah, wujud ketaatan dan ketakwaan yang sebenar yang sewajarnya kita buktikan dihadapan Allah SWT, sebagai hasil dari ibadah shaum kita di bulan Ramadhan.  Dan seperti itu pulalah, wujud kemenangan nyata yang seharusnya kita raih, sebagaimana kemenangan yang pernah diraih oleh baginda Rasulullah SAW dan para shahabatnya dalam menempuh perjuangannya.

Ringkas kata, Rasulullah SAW dan para sahabat melalui Ramadhan dalam keadaan mereka berjaya menjana sesuatu yang penting bagi dakwah Islam, serta dapat melahirkan umat Islam yang lebih baik dan mereka berjaya meneguhkan komitmen ketaatan kepada Allah SWT dan RasulNya.

Bercermin dari hal di atas, bagaimana dengan kondisi umat Islam saat ini?  Ternyata Ramadhan yang telah puluhan kali kita lalui tidak banyak berpengaruh terhadap penyelesaian persoalan umat.  Realiti umat saat ini tetap saja hidup dalam penderitaan. Saudara-saudara muslim kita di Somalia masih mengalami kebuluran.  Kaum muslimin di Palestin hidup sengsara dibawah kekejaman Israel.  Bahkan muslim Uighur iaitu etnik minoriti di wilayah Barat Laut Xinjiang dilarang untuk sholat dan berpuasa oleh penguasa China. Hijab dan niqab dilarang bagi muslimah yang tinggal di negara-negara Barat.  Musuh-musuh Allah, kaum kuffar masih saja membunuh kaum muslimin. 

Penguasa-penguasa di negeri-negeri Islam, langsung tidak melindungi rakyatnya.  Mereka juga tidak peduli samada keperluan asas rakyatnya terjamin atau tidak, aqidah rakyatnya terjaga atau tidak.  Bahkan penguasa-penguasa negeri Islam lebih mementingkan keredhaan negara-negara imperialis, meskipun harus memenjarakan, menzalimi, bahkan membunuh rakyatnya sendiri.

Mengapa semua ini masih terjadi?  Jika kita meneliti dengan cermat, sesungguhnya penyebab utama dari keterpurukan kaum Muslim saat ini karena kehidupan mereka tidak lagi diatur oleh Islam sebagai sebuah sistem yang sempurna, dalam institusi  Daulah Khilafah Islamiyyah.  Khilafahlah yang akan menerapkan hukum-hukum Islam secara kaffah, menyebarkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin dan membela kaum muslimin melalui jihad.

Memang benar, saat ini kaum Muslim masih solat, berpuasa, mengerjakan haji, menikah dan mengurus jenazah dengan menggunakan aturan Islam, tetapi, dalam urusan pemerintahan, pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, uqubat dan politik luar-negara mereka mencampakkan Islam.  Sikap seperti ini jelas menggambarkan sikap menerima sebagian Islam dan menolak sebagian yang lain.

Padahal Allah SWT telah memperingatkan kita terhadap perbuatan tersebut.  Allah SWT berfirman:
 “Apakah kamu beriman kepada sebahagian al-Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain?  Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada seksa yang sangat berat.  Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.[TMQ al-Baqarah (2): 85].

Khatimah
Akhirnya, di hari yang mulia ini, setelah sebulan penuh kita membangun dan meningkatkan ketakwaan, yang dipenuhi dengan rahmah dan maghfirah, kami menyerukan kepada anda seluruh Muslimah untuk secara sungguh-sungguh mengamalkan syariat Islam dan berjuang bersama bagi tegaknya syariat Islam secara kâffah, dan menempatkan perjuangan penegakan syariah sebagai agenda utama kita. 

Sesungguhnya, penerapan syariah dalam kehidupan individu, bermasyarakat dan bernegara, merupakan kewajipan bagi setiap muslim, sekaligus merupakan bukti kejayaan kita dalam meraih ketakwaan.  Penerapan syariah ini pula merupakan petanda bahawa telah kembalinya umat ini kepada fitrahNya, sebagaimana yang dikehendaki dalam ibadah shaum Ramadhan.  Semoga kita tidak termasuk golongan orang-orang yang merasa dirinya telah beriman dan bertaqwa tetapi tidak diakui keimanannya oleh Allah kerana masih menjadikan taghut sebagai aturan kehidupannya, sebagaimana firmanNya:
 “ Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?  Mereka hendak berhakim pada taghutt, padahal mereka telah diperintah mengingkari taghut itu.  Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh jauhnya”.  [TMQ An-Nisa’ (4): 60]