Pernyataan Hizbut Tahrir Indonesia
HIZBUT TAHRIR INDONESIA
Tentang
“(RENCANA) PELAKSANAAN HUKUMAN MATI AMROZI CS”
Demikian juga semestinya terhadap pelaku bom Bali 1 dan bom lainnya yang telah mengorbankan ratusan orang, mencederakan ratusan lagi lainnya dan memusnahkan sejumlah harta-benda. Mereka berhak mendapatkan hukuman yang sewajarnya. Tetapi, siapakah sesungguhnya pengebom-pengebom itu? Benarkah Amrozi, Imam Samudra dan Ali Ghufran dan kawan-kawannya adalah pelakunya? Memang mahkamah telah memutuskan bahawa mereka adalah para pelaku Bom Bali 1 itu, dan karenanya berhak untuk mendapatkan hukuman mati. Setelah berbagai usaha undang-undang dilakukan tidak membuahkan hasil, pelaksanaan hukuman mati terhadap Amrozi, Imam Samudra dan Ali Ghufran seolah-olah tinggal menunggu waktu (kini telah dilaksanakan –pent). Meski demikian, pertanyaan tadi tidak serta merta boleh dilupakan berdasarkan sejumlah fakta-fakta kontradiktif (bertentangan) yang ada.
Berkenaan dengan hal tersebut, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
(1) Meragukan bahawa Amrozi cs adalah pelaku utama. Benar, mereka memang mengakui telah menyiapkan bom, tapi benarkah bom yang sangat besar yang meledak di Jalan Legian, yang oleh para ahli bom dinilai masuk dalam kualifikasi micronuke, adalah benar-benar bom yang dibuat oleh Amrozi dan kawan-kawanya? Imam Samudera sendiri menyampaikan rasa hairannya di hadapan mahkamah tentang besarnya bom yang meledak, yang itu dikatakan di luar kemampuannya. Imam Samudera juga menyatakan rasa terkejutnya mendapati kereta yang dipakai dalam kejadian itu adalah Mitsubishi L-300 yang dari nombor chassisnya itulah semua terbongkar, padahal katanya dalam pertemuan terakhir disepakati yang akan digunakan adalah Suzuki Carry.
Bila digunakan analisis hubungan antara ‘motivasi dan aksi’, maka semua bom yang meledak sejak dari bom Bali 1 hingga bom Bali 2 sangatlah aneh. Dalam pada semua itu dibuat dalam rangka apa yang sering dikatakan sebagai perang atau perlawanan melawan AS, mengapa tak satu pun kepentingan AS di Indonesia yang terkena?
2. Berdasarkan pada fakta-fakta di atas, maka boleh disimpulkan telah terjadi operasi (inteligent) yang melakukan langkah-langkah 5 ‘i’, yakni infiltrasi (penyusupan – terhadap kelompok Islam yang memiliki semangat perlawanan), radikalisasi (diasak untuk lebih bersemangat melawan), provokasi (didorong untuk melakukan tindakan), aksi (digerakkan melakukan tindakan konkrit berupa pengeboman di sejumlah sasaran) dan stigmatisasi (sehingga tercipta stigma bahawa Indonesia adalah sarang teroris, pelakunya kelompok fundamentalis dari kalangan pesantren). Dan stigma semacam itu sekarang telah terjadi.
3. Pemerintah Indonesia tidak boleh terjebak pada apa yang disebut sebagai kempen war on terrrorism yang dilaungkan AS karena kempen ini hanyalah topeng (mask) untuk menutupi maksud sesungguhnya, yakni war on Islam. Mengapa? Jika benar AS dan negara-negara sekutunya sungguh-sungguh berperang melawan terorisme, dan terorisme itu diertikan sebagai ‘setiap orang atau kelompok orang yang dalam mencapai tujuannya menggunakan kekerasan’, maka semestinya orang-orang seperti presiden Bush, Ariel Sharon, Tony Blair dan tokoh lainnya, dan negara seperti AS, Britain dan Australia juga negara lain yang jelas-jelas telah menghancurkan Irak dan Afghanistan, mestilah dianggap teroris. Tapi kenyataannya, yang disebut teroris hanyalah orang atau kelompok Islam yang sesungguhnya bertindak melakukan perlawanan terhadap kezaliman terhadap dunia Islam, sementara negara dan orang-orang yang jelas-jelas memerintahkan melakukan kezaliman itu justeru tidak pernah dipersoalkan.
4. Oleh karena itu, pihak berwajib mesti berusaha bersungguh-sungguh untuk mengungkap siapakah pelaku utama atau master mind dari rangkaian bom yang terjadi di Indonesia. Hanya dengan cara itu, kegiatan yang disebut terorisme boleh dihentikan. Memaksakan pelaksanaan hukuman mati ke atas Amrozi cs hanya akan mengalihkan pandangan bahawa seolah-olah merekalah pelaku utama dan sekali gus menutup terungkapnya sang master mind yang pasti terkait dengan program war on terrorism yang digerakkan oleh AS dan sekutunya selama ini. Lagi pula, siapa harus bertanggung jawab bila terjadi kekeliruan akibat menghukum orang yang bukan pelaku sebenarnya?
Wassalam,
Jurucakap Hizbut Tahrir Indonesia
Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796 Email: [email protected]
Pejabat Jurucakap Hizbut Tahrir Indonesia
Nombor: 144/PU/E/11/08
Jakarta, 06 Dzulqaidah 1429 H/07 November 2008
[Dialih bahasa dari http://hizbut-tahrir.or.id]