Ketika China Gementar di Hadapan Khilafah
Kejayaan Khilafah Islam menakluki wilayah Wara’ Nahr, atau Asia Tengah, di zaman al-Walid bin ‘Abdul Malik, di bawah panglimanya Qutaibah bin Muslim, yang bermula sejak tahun 86 H / 705 M. Peristiwa itu mempunyai dampak politik yang cukup luar biasa, khususnya setelah wilayah Kyrgyzstan berhasil ditakluki pada tahun 95 H / 714 M. Qutaibah tidak berhenti sampai di sana, tetapi terus menerpa ke hadapan sehingga sampai ke perbatasan sempadan China. Qutaibah meninggalkan Murwa menuju ke Kashgir, kota paling hujung menuju ke China. Ketika sampai di Kashgir, Maharaja China waktu itu mengirimkan delegasi untuk menemui Qutaibah, dan menyampaikan hasrat Maharaja agar Qutaibah bersedia mengirimkan delegasi ke ibukota China untuk diajak berunding.
Qutaibah pun mengirimkan utusan yang dipimpin oleh Hubairah bin al-Masymaraj, bertujuan melakukan diskusi dengan pihak empayar China. Empayar China sendiri berusaha untuk menghentikan penaklukan Islam yang mengarah ke wilayahnya. Qutaibah memanfaatkan momentum ini untuk memastikan jalur perdagangan di Asia Tengah aman, serta melindungi kafilah dagang ke wilayah China. Dari sana perdagangan Timur dan Barat pun berlangsung dengan aman.
Selain itu, Empayar China saat itu juga merupakan empayar yang sangat kuat, di mana untuk menaklukkannya diperlukan persiapan yang bukan sedikit. Pada masa yang sama, momentum ini digunakan oleh Khilafah untuk menarik sebanyak-banyaknya penduduk asli China, agar memeluk Islam. Hasilnya, sebahagian di antara mereka telah memeluk Islam. Keinginan kuat China untuk mengajak berunding ini terjadi setelah mereka menyaksikan kekuatan kaum Muslimin, yang berhasil menakluki wilayah-wilayah Asia, dan tidak boleh lagi dibendung oleh para penguasa di sana.
Ini terlihat tatkala penguasa Bukhara telah mengkhianati perjanjian damai yang dipersetujui ketika mereka telah dikepung oleh pasukan Qutaibah. Pengkhianatan itu telah dibalas oleh pasukan kaum Muslimin di bawah pimpinan Qutaibah sekali lagi dengan menggempur habis-habisan sehinggalah mereka tunduk dengan paksaan (‘anwah) pada tahun 87 H / 706 M. Misi ketenteraan Qutaibah di Bukhara yang berlangsung selama tiga tahun itu telah menyebabkan para penguasa di sekitarnya kecut perut.
Setelah Bukhara berhasil ditundukkan, pasukan Qutaibah kembali ke Murwa, dan berjaya menguasai kota-kota di wilayah tersebut. Pasukan ini terus bergerak hingga menyeberangi Sungai Jaihun. Samarkand kemudian pun tunduk dengan perjanjian damai pada tahun 90 H / 709 M. Diikuti dengan tunduknya Khuwarizm dengan perdamaian pada tahun 93 H / 712 M.
Ketika penduduk Samarkand berkhianat, maka Qutaibah telah memberi pengajaran kepada mereka, sebagaimana yang diberikan kepada penduduk Bukhara. Samarkand pun ditundukkan untuk kedua kalinya, dan kekuasaan kaum Muslimin di wilayah itu pun semakin menguat setelah berjaya dalam misi kedua ini.
Di Samarkand ini terdapat industri kertas milik orang-orang China. Industri ini dibawa oleh orang-orang China ke kota ini. Setelah itu, industri ini dipindahkan oleh kaum Muslimin ke Damaskus, lalu ke Baghdad di era Khilafah ‘Abbasiyyah, kemudian ke Kairo, Afrika Utara, Shaqliya, Andalusia. Setelah itu, barulah industri kertas ini dibawa ke Eropah pada abad ke-12 M.[]
[Sumber: http://hizb-indonesia.info/2014/06/11/ketika-cina-gemetar-di-hadapan-khilafah/]