Meninggal kesan kesengsaraan sistem Kapitalis
Sementara itu puluhan lainnya cedera akibat perebutan tersebut. Kebanyakan yang maut adalah warga tua dan juga kaum ibu yang sesak nafas karena jatuh dan terpijak di dalam lautan manusia yang berebutkan zakat.
Kisah tragis itu bermula dari rancangan H Syaichon untuk membahagikan wang zakat berjumlah Rp30 ribu hingga 40 ribu kepada para fakir miskin pada hari Isnin (15/9/08) yang lalu. Serentak dengan itu, berita pun terus tersebar dari mulut ke mulut warga miskin di Pasuruan dan kota sekitarnya seperti Probolinggo. Di kawasan tersebut, wang sebesar itu bagi para dhu’afa sangat tinggi nilainya sehingga di antara mereka rela untuk berebut mendapatkan bahagian.
Ribuan kaum dhu’afa dari berbagai penjuru di Pasuruan dan sekitarnya telah menunggu sejak subuh hari Isnin. Mereka berharap mendapatkan wang zakat dari pemberi tersebut. Biasanya pembahagian zakat yang telah dilakukan oleh H Syaichon sejak 1975 lagi ini berjalan lancar. Namun pada kali ini ia telah mengundang kemalangan, hingga meragut nyawa. Hal ini menjadi petunjuk bahawa taraf kehidupan masyarakat di kawasan tersebut adalah semakin parah.
Tragedi ini dikatakan terjadi karena jalan menuju rumah Syaichon sangat sempit, yakni hanya selebar sekitar 2.5 meter. Seperti digambarkan detik.com sebelum tragedi berlangsung, di hujung jalan rumahnya dibuat sekatan dari buluh dan hanya ada pintu selebar 1 meter sahaja untuk keluar masuk ke rumah tersebut. Pemagaran tersebut dilakukan agar warga bisa beratur dengan tertib. Namun, ternyata ribuan penerima zakat sejak pagi telah berebut masuk ke dalam kawasan yang di pagar itu. Sementara yang lainnya menunggu giliran di sepanjang Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo.
“Akhirnya penggunaan sekatan tersebut telah menghasilkan mala petaka. Penerima zakat yang akan masuk dan keluar dari rumah Syaichon terperangkap di dalam sekatan. Mereka saling berebut melewati satu-satunya pintu yang tersedia. Akibatnya suasana di dalam kawasan berpagar tersebut menjadi tidak terkawal. Saling tolak-menolak dan saling pijak-memijak terjadi, akhirnya terjadilah insiden yang berdarah,” demikian lapor detik.com.
Jerit tangis mereka tak bisa cepat tertangani karena terbatasnya panitia dan besarnya jumlah warga yang antri. Air yang dikucurkan dari selang kecil tak sanggup menyegarkan warga yang berdesakan. Akhirnya puluhan warga pingsan. Sekitar 21 orang nyawanya tak tertolong. Mereka tewas sebelum mendapatkan bagiannya.Sementara puluhan orang di antaranya luka-luka.
Apa yang berlaku ini semakin membuktikan hakikat bahawa betapa negara selama ini telah mengabaikan nasib rakyatnya. Rakyat yang seharusnya bergantung kepada layanan negara, kebingungan mencari ‘ibu’nya. Para pemerintah hanya memikirkan diri sendiri dan kroninya sahaja, sementara rakyat senantiasa terabai. Tragedi ini pun semakin memperjelaskan bahawa sistem negara yang tidak berdasarkan aturan Allah tidak akan mendatangkan berkah, malah sebaliknya sentiasa menimbulkan musibah. Inilah akibatnya apabila sistem Kapitalis dijadikan tunjang pemerintahan negara, manakala hukum Allah dicampakkan. Kemiskinan berlaku di sana sini walhal kekayaan negara melimpah ruah. Kekayaan dikaut habis-habisan oleh golongan pemerintah yang Kapitalis, manakala rakyat dibiarkan menderita. Masihkah kita berharap kepada sistem Kapitalis dan tidak mahu melihat syariah mentadbir negara? [dipetik dan disunting dari HTI]